Sabtu, 23 Juni 2012

BATUAN METAMORF


Proses Metamorfisme 
Proses metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari batuan metamorf tersebut dapat batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk. Agen atau media menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
Kadangkala proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar hanya kekompakkannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur samapi meleburkan batuan, maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme lagi, tetapi sudah menjadi proses aktivitas magma.
Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka proses pembentukan batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
Proses metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga fenomena pembentukan batuan metamorf. Pertama, pada proses pembentukan pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami tekanan dan perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi pada batuan tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah yang sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme regional. Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan aktivitas magma, akan terjadi proses metamorfisme kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama oleh peningkatan temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi efek pemanggangan (baking efect) pada batuan disekitar magma. Ketiga, merupakan proses metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang zona sesar. Pada proses ini batuan disepanjang zona tersebut mengalami penghancuran menjadi material yang sangat halus yang disebut milonat, atau material yang kasar yang disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut proses metamorfisme dinamik.

Agen Proses Metamorfisme
Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.

Panas Sebagai Agen Metamorfisme
Panas merupakan agen metamorfisme yang paling penting. Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini terjadi karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu berbeda dengan kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi proses pembakaran saja pada batuan yang disebut baking efect.
Batuan yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur yang tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman (gradien geothermal). Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan temperatur sekitar 30oC per kilometer. Pada pertemuan lempeng tektonik yang konvergen, batuan dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam yaitu pada zona subduksi.
Pada pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu seperti mineral lempung menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme pada kedalaman sekitar 30 kilometer.

Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme
Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya. Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu terjadinya proses pembentukan pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini batuan akan mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan.
Batuan pada tempat yang dalam akan menjadi platis pada waktu mengalami proses deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat permukaan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral yang halus.

Proses Metamorfisme dan Aktivitas Larutan Kimia
Larutan kimia aktif, umumnya air yang mengandung ion-ion terlarut, juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya terisi oleh air. Selain itu beberapa mineral hidrat mengandung air dalam struktur kristalnya. Bila terjadi penimbunan yang dalam pada batuan, air yang terdapat di dalam mineral akan ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan akan memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Air yang terdapat disekitar kristal akan merupakan katalisator terjadinya perpindahan ion.
Mineral biasanya mengalami rekristalisasi untuk membentuk konfigurasi struktur kristal yang lebih stabil. Pertukaran ion pada mineral akan membentuk mineral-mineral yang baru. Perubahan mineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di beberapa daerah gunung api seperti Yellowstone National Park, AS. Disepanjang pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada batuan yang masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorfisme seperti serpentin dan talk.

Perubahan Tekstur dan Komposisi Mineral
Derajat metamorfisem direfleksikan oleh kenampakan tekstur dan komposisi mineral batuan metamorf. Pada batuan metamorf tingkat rendah, batuan akan lebih kompak dan padat dibandingkan dengan batuan asalnya. Sebagai contoh, batuan metamorf batusabat (slate) terbentuk dari proses kompaksi yang sudah lanjut dari serpih (shale). Pada kondisi yang lebih ekstrim, tekanan dapat menyebabkan mineral-mineral tertentu mengalami rekristalisasi. Seperti telah diuraikan sebelumnya, air memegang peranan yang sangat penting pada proses rekristalisasi dengan mempercepat terjadinya perpindahan ion pada mineral. Pada umumnya proses rekristalisasi memungkinkan pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Hal ini mengakibatkan banyak batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral yang besar seperti pada batuan fanerik. Kristal-kristal dari beberapa mineral seperti mika mempunyai struktur lembaran, dan hornblende yang mempunyai struktur butiran yang panjang, apabila mengalami rekristalisasi akan membentuk penjajaran mineral. Orientasi mineral baru ini biasanya tegak lurus terhadap arah gaya tekan yang menyebabkan rekristalisasi tersebut. Hasil dari penjajaran mineral ini menyebabkan batuan menunjukan kenampakan seperti perlapisan yang disebut foliasi.
Ada beberapa foliasi tergantung pada derajat metamorfismenya. Selama perubahan dari serpih menjadi batusabak, mineral lempung yang stabil pada kondisi pemukaan, mengalami rekristalisasi menjadi lembaran-lembaran mineral mika yang halus, yang stabil pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Selanjutnya selama kristalisasi, kristal-kristal mika yang halus membentuk orientasi, sehingga bidangnya yang datar akan membentuk penjajaran. Akibatnya batusabak sangat mudah dipecahkan melalui bidang lapisan dari mineral mikanya. Sifat yang semikian disebut belahan batuan (rock cleavage). Karena kristal-kristal mika yang menyusun batusabak sangat halus, maka foliasi pada batusabak tidak musah dilihat. Tetapi karena batusabak menunjukkan belahan batuan dengan sangat baik yang disebabkan oleh penjajaran dari mineral penyusunnya, maka batusabak disebut batuan metamorf berfoliasi.
Pada kondisi tekanan dan temperatur yang lebih tinggi, butiran mika yang sangat halus pada batusabak akan berkembang beberapa kali lebih besar. Kristal-kristal mika yang besar ini akan menyebabkan kenampakan batuan yang pipih. Kenampakan batuan yang demikian disebut sekistositas (schistosity), dan batuan dengan kenampakan yang demikian disebut batuan metamorf sekis (schist). Beberapa batuan sekias diberi nama sesuai dengan mineral yang menyusunnya. Apabila mineral yang menyusun dominan mineral mika, muscovit dan biotit, maka batuannya disebut sekis mika.
Pada proses metamorfisme tingkat tinggi, perpindahan ion-ion cukup ekstrim, sehingga menyebabkan terjadinya segregasi mineral butiran yang memberikan kenampakan “banded” pada batuan. Kenampakan ini ditunjukan oleh penjajaran mineral butiran seperti kuarsa. Batuan metamorf dengan kenampakan yang demikian disebut genes (gneiss). Batuan metamorf ini biasanya terbentuk dari ubahan batuan beku granit atau diorit, bahkan dapat juga terbentuk dari gabro atau serpih yang mengalami proses metamorfisme tingkat tinggi.
Batuan metamorf yang tidak menunjukkan struktur foliasi disebut batuan metamorf nonfoliasi. Batuan metamorf ini biasanya hanya disusun oleh satu jenis mineral dengan bentuk kristal equidimensional, sehingga sering juga batuan ini disebut batuan metamorf kristalin. Contoh yang baik adalah batugamping yang berbutir halus mengalami proses metamorfisme, maka butiran mineral kalsit yang halus tersebut bergabung membentuk kristal yang saling mengisi. Hasilnya adalah batuan metamorf yang mirip dengan batuan beku yang berbutir kasar. Batuan metamorf yang berasal dari batugamping disebut marmer (marble). Walaupun batuan tersebut cenderung nonfoliasi, tetapi pada kenampakan mikroskopis batuan ini menunjukkan pemipihan dan penjajaran butiran mineral. Lapisan tipis mineral lempung sering juga dijumpai pada batugamping, yang akan mengalami distorsi pada waktu proses metamorfisme. Distorsi yang berwarna gelap ini memberikan tekstur yang bagus pada marmer.
Pada proses metamorfisme serpih menjadi batusabak, mineral lempung mengalami rekristalisasi menjadi mika. Dalam beberapa hal komposisi kimia dari batuan uang mengalami rekristalisasi tidak mengalami perubahan, kecuali terjadinya penggabungan dari mineral penyusun batuan dengan ion tertentu yang terdapat dalam air untuk membentuk mineral baru yang lebih stabil pada kondisinya yang baru. Sebagai contoh mineral batuan metamorf yang umum adalah wolastonit. Mineral ini terbentuk pada waktu batugamping (CaCO3) yang banyak mengandung kuarsa (SiO2) mengalami metamorfisme kontak. Pada temperatur yang tinggi mineral kalsit dan kuarsa akan bereaksi membentuk wolastonit (CaSiO3) dan melepaskan karbon dioksida.
Proses metamorfisme seringkali membentuk mineral-mineral baru. Batuan samping dari suatu tubuh magma yang besar, akan mengalami ubahan oleh ion-ion yang banyak terdapat dalam larutan hidrotermal. Perkolasi air laut pada batuan kerak samudera yang baru terbentuk banyak mengandung ion-ion yang aktif yang bereaksi dengan batuan yang sudah ada. Proses ini menyebabkan banyak batuan kerak samudera kaya akan bijih tembaga.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa proses metamorfisme dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada batuan termasuk peningkatan densitas batuan, pertumbuhan kristal-kristal besar, reorientasi dari butiran mineral menjadi perlapisan atau penjajaran yang disebut foliasi, dan transformasi dari mineral stabil pada temperatur tinggi. Juga ion-ion yang aktif dapat membentuk mineral baru yang bersifat ekonomis.

Batuan Metamorf Yang Umum

Batuan Berfoliasi (Foliated Rocks)
Batusabak (slate), merupakan batuan metamorf berfoliasi yang berbutir halus dan disusun oleh mineral mika. Batuan ini menunjukkan cleavage batuan yang sangat bagus. Karena sifatnya, maka batusabak sering digunakan sebagai atap, lantai, papan tulis dan meja bilyard. Batusabak terbentuk dari shale yang mengalami metamofisme tingkat rendah. Kadang-kadang batuan ini juga terbentuk dari batuan beku volkanik. Warna batusabak bervariasi tergantung pada kandungan mineralnya. Batusabak yang berwarna hitam banyak mengandung material organik, batusabak merah mengandung banyak oksida besi, dan batusabak hijau mengandung banyak mineral klorit, mineral yang menyerupai mika terbentuk dari Fe silikat. Karena batusabak terbentuk pada metamorfisme tingkat rendah, maka bidang perlapisan batuan asal kadang masih terlihat. Tetapi orientasi cleavage batuan batusabak pada umumnya cenderung memotong perlapisan batuan asal. Jadi tidak seperti shale yang dapat memisah melalui bidang perlapisan, batusabak memecah memotong bidang perlapisan.
Filit (phyllite), merupakan batuan metamorf yang terbentuk pada derajat metamorfismenya lebih tinggi dari batusabak, tetapi lebih rendah dari sekis. Batuan ini disusun oleh mineral-mineral pipih yang lebih besar daripada mineral yang menyusun batusabak, tetapi tidak cukup besar untuk dibedakan tanpa alat pembesar. Walaupun kenampakan filit hampir sama dengan batusabak, tetapi berbeda dengan batusabak dari kenampakannya yang lebih mengkilap. Filit biasanya menunjukan adanya cleavage dan disusun terutama oleh mineral-mineral halus seperti klorit dan mika.
Sekis merupakan batuan metamorf yang sangat mudah dikenal dan sangat umum seperti halnya genes. Sekis merupakan batuan metamorf yang mengandung lebih dari 50% mineral pipih umumnya biotit dan muskovit. Seperti batusabak, sekis berasal dari metamorfisme batuan yang berbutis halus seperti shale, tetapi metamorfismenya lebih tinggi. Bila batuan asalnya banyak mengandung silika, sekis akan mengandung lapisan tipis kuarsa atau feldspar.
Penamaan sekis tergantung pada komposisi mineral yang dominan. Sekis yang disusun terutama oleh muskovit dan biotit dengan sedikit kuarsa dan feldspar disebut sekis mika. Tergantung pada derajat metamorfismenya, sekis mika kadang-kadang mengandung mineral yang unik sebagai mineral tambahan untuk batuan metamorf. Mineral tambahan tersebut diantaranya garnet, staurolit dan silamanit. Ada juga sekis yang mengandung grafit, yang banyak digunakan sebagai bahan pensil, fiber dan lubrikan. Sekis juga kadang disusun oleh mineral klorit dan talk yang disebut sekis klorit dan sekis talk. Kedua macam batuan metamorf ini terbentuk dari batuan yang berkomposisi basaltik yang mengalami metamorfisme.
Genes (geneiss) adalah batuan metamorf yang terutama disusun oleh mineral butiran. Mineral yang umum terdapat pada genes adalah kuarsa, potas feldspar, sodium feldspar. Sedang mineral tambahan yang sering dijumpai adalah muskovit, biotit dan horblende. Segregasi dari mineral terang dan gelap memberikan kenampakan tekstur foliasi yang khas pada genes. Kebanyakan genes terdiri dari selang seling antara mineral yang kaya feldspar yang berwarna putih atau kemerahan dengan lapisan mineral feromagnesian yang berwarna gelap.
Genes biasanya mempunyai komposisi yang hampir sama dengan granit dan kemungkinan berasal dari granit atau batuan afanitik granitik. Tetapi genes kemungkinan juga berasal dari shale yang mengalami metamorfisme derajat tinggi. Dalam hal ini, genes merupakan batuan terakhir dari sekuen shale, batusabak, filit, sekis dan genes. Seperti halnya sekis, pada genes kadang dijumpai juga mineral garnet dan staurolit. Apabila foliasi batuan disusun terutama oleh mineral gelap, maka batuannya disebut amfibolit, yang berasal dari nama mineral amfibol.

Batuan Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks)
Marmer adalah batuan kristalin kasar yang berasal dari batugamping atau dolomit. Pada pengamatan megaskopis, marmer sangat mirip dengan batugamping kristalin. Marmer yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit. Karena warna dan sifatnya yang relatif lunak (kekerasan 3), maka marmer sangat terkenal sebagai batuan untuk bangunan. Marmer yang berwarna putih sering digunakan sebagai batuan untuk monumen atau batupahat.
Kadang-kadang batugamping sebagai batuan asal marmer, banyak mengandung mineral-mineral pengotor yang akan mempengaruhi warna dari marmer. Jadi marmer dapat berwarna pink, abu-abu, hijau atau bahkan hitam. Juga mineral-mineral pengotor tersebut mengalami metamorfisme, akan membentuk mineral-mineral tambahan seperti klorit, mika, garnet dan wolastonit. Apabila marmer berasal dari batugamping yang berselingan dengan shale, akan memberi kenampakan banded. Seringkali marmer akan pecah melalui jalur tersebut yang memperlihatkan mineral mika yang berasal dari rekristalisasi mineral lempung. Pada deformasi yang kuat, lajur ini akan berlipat-lipat (contorted) dan akan memberikan desai yang artistik.
Kuarsit adalah batuan metamorf yang sangat keras dan terbentuk dari batupasir kuarsa. Pada metamorfisme menengah sampai tinggi, butiran kuarsa dalam batupasir akan mengalami rekristalisasi yang sempurna. Karena rekristalisasi yang sempurna ini maka apabila batuan ini pecah akan memotong mineral kuarsa. Struktur sedimen yang terdapat pada batupasir seperti cross bedding akan memberikan kenampakkan banded pada kuarsit.
Meskipun kuarsit yang murni berwarna putih, kadang-kadang batuan ini mengandung oksida besi yang akan memberikan warna pink atau merah. Mineral gelap yang terdapat dalam kuarsit akan memberikan warna abu-abu.
Seperti marmer, kuarsit juga hanya disusun oleh satu jenis mineral yang merupakan kristal yang equidimensional. Oleh sebab itu mineral penyusun kuarsit tidak membentuk penjajaran sehingga tidak membentuk foliasi.

Kejadian Batuan Metamorf
Batuan metamorf umumnya dibentuk oleh satu dari tga kondisi lingkungan, sepanjang zona sesar, pada kontak tubuh batuan beku, atau pada waktu pembentukan pegunungan.

Metamorfisme Sepanjang Jalur Sesar
Ketika terjadinya pensesaran dekat permukaan bumi, tekanan dan panas yang terbentuk disepanjang jalur sesar tersebut akan membentuk batuan lepas yang disusun oleh fragmen-fragmen batuan. Bila batuan ini disusun oleh fragmen-fragmen yang menyudut disebut breksi sesar (fault breccia). Batuan metamorf yang terbentuk di zona sesar dan pada tempat yang dalam, kadang-kadang menunjukan butiran yang memanjang yang hampir sama dengan batuan hasil proses metamorfisme lainnya. Oleh sebab itu sangat sulit ditentukan genesa batuan metamorf tersebut apabila hanya diamati pada contoh batuan yang kecil (hand specimen).
Jumlah batuan metamorf yang terbentuk oleh proses ini relatif sangat kecil dibandingkan dengan yang dibentuk oleh proses lainnya. Tetapi pada tempat tertentu batuan ini cukup dominan.

Metamorfisme Kontak
Metamorfisme kontak terjadi ketika magma bersentuhan dengan batuan samping yang relatif dingin. Kontak metamorfisme dapat jelas terlihat apabila terjadi pada lingkungan pada atau dekat dengan permukaan, dimana perbedaan temperatur antara magma dengan batuan samping sangat besar. Tetapi kontak metamoefisme juga terjadi pada tempat yang dalam, sehingga batuannya hampir sama dengan batuan hasil ubahan metamorfime regional.
Pada metamorfsime kontak, akan terbentuk zona disekitar magma yang disebut aurole. Tubuh batuan beku intrusif yang kecil seperti sill dan dike membentuk aurole hanya beberapa sentimeter, sedangkan tubuh batuan beku yang besar seperti batolit dan lakolit membentuk aurole yang tebalnya sampai beberapa kilometer. Dekat dengan tubuh magma mineral temperatur tinggi seperti garnet akan terbentuk, semakin jauh dari tubuh magma akan terbentuk mineral dengan tingkat yang lebih rendah seperti klorit. Selain ukuran tubuh batuan beku, komposisi mineral batuan samping dan jumlah air sangat berpengaruh terhadap ketebalan aurole yang terbentuk. Pada batuan yang mudah bereaksi seperti batugamping, zona ubahannya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dari tubuh batuan beku.
Kebanyakan metamorfisme kontak berbutir halus, dense, tough rock dari komposisi kimia yang bervariasi. Sebagai contoh, pada metamorfisme kontak, mineral lempung dibakar dan dapat berubah menjadi keras. Karena arah tekanan tidak merupakan faktor yang penting dalam pembentukan batuan ini, maka batuan yang terbentuk umumnya tidak berfoliasi. Batuan metamorf yang keras dan tidak berfoliasi dinamakan hornfels.
Bila kontak metamorfisme disebabkan oleh tubuh batuan beku yang sangat besar, larutan hidrotermal yang berasal dari dalam magma, dapat bermigrasi sampai jarak jauh. Larutan hidrotermal yang meresap ke dalam batuan samping akan bereaksi dengan batuan tersebut akan membentuk batuan metamorf. Mineral bijih dari beberapa jenis metal terbentuk pada proses ini antara alin tembaga, besi, timbal, seng dan emas.

Metamorfisme Regional
Batuan metamorf yang paling banyak jumlahnya adalah batuan metamorf yang dihasilkan dari proses metamorfisme regional. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, metamorfisme regional terjadi pada tempat yang dalam, meliputi daerah yang luas, dan berasosiasi dengan proses pembentukan pegunungan. Pada proses pembentukan pegunungan, batuan penyusun kerak bumi mengalami peremasan sehingga mengalami deformasi yang kuat. Karena proses tersebut batuan akan terlipat dan tersesarkan, dan kerak bumi menjadi semakin pendek dan tebal. Pada umumnya penebalan kerak bumi ini menghasilkan suatu pegunungan. Meskipun pada waktu terjadinya pembentukan pegunungan material kerak bumi menjadi semakin tinggi, ada masa batuan yang jumlahnya relatif sama dengan batuan yang terlipatkan, tertekan kebawah, ke tempat yang mempunyai tekanan dan temperatur lebih tinggi. Pada tempat inilah terjadi proses metamorfisme yang kuat. Beberapa batuan yang mengalami deformasi mengalami kenaikan temperatur yang tinggi sehingga akan mencair dan membentuk magma. Magma, yang mempunyai densitas relatif lebih rendah dari batuan disekitarnya, akan bergerak naik ke atas. Magma yang mencapai dekat permukaan akan menyebabkan terjadinya metamorfisme kontak di dalam zona metamorfisme regional. Jadi inti dari suatu sistem pegunungan terdiri dari tubuh batuan beku intrusif yang dikelilingi oleh batuan metamorf derajat tinggi. Apabila batuan yang menyusun pegunungan ini tererosi, maka inti dari sistem pegunungan yang terdiri dari batuan beku dan batuan metamorf akan tersingkap.
Karena batuan metamorf yang terbentuk oleh metamorfisme regional dipengaruhi juga oleh tekanan yang berarah, maka batuannya berfoliasi. Metamorfisme regional umumnya memperlihatkan perubahan derajat metamorfisme dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, sehingga perubahan tekstur dan komposisi mineral dapat diamati.
Contoh sederhana dari progresif metamorfisme adalah batuan sedimen, shale, yang berubah menjadi batusabak pada waktu mengalami metamorfisme tingkat rendah. Pada kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi, batusabak akan berubah menjadi sekis mika. Pada kondisi yang paling ekstrim, mineral mika dalam sekis akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral seperti feldspar dan honrblende dan membentuk genes.
Perubahan tekstur akan sesuai juga dengan perubahan komposisi mineral dari metamorfisme tingkat rendah ke tingkat yang tinggi. Mineral baru yang terbentuk pertama kali pada batusabak adalah klorit. Kemudian bila derajat metamorfismenya lebih tinggi akan terbentuk muskovit dan biotit. Sekis mika terbentuk pada kondisi yang lebih ekstrim dan kemungkinan akan mengandunh mineral garnet and staurolit. Pada temperatur dan tekanan yang mendekati titik lebur batuan, akan terbentuk mineral silimanit. Mineral silimanit merupakan mineral batuan metamorf temperatur tinggi yang digunakan sebagai bahan porselin untuk refraktori.
Pada kondisi tekanan tendah dengan temperatur sekitar 800oC, sekis dan genes dengan komposisi kimia relatif sama dengan granit, akan mulai mencair. Mineral silikat yang berwarna terang seperti kuarsa dan potas feldspar, meruakan mineral yang pertama mencair, sedangkan mineral silikat gelap seperti amfibol dan biotit masih tetap padat. Bila batuan yang telah mencair sebagian itu mengalami pendinginan, maka terbentuk batuan beku yang berwarna terang bersama-sama dengan material metamorf yang berwarna gelap. Batuan semacam ini merupakan peralihan antara batuan beku dan batuan metamorf dan disebut migmatite.

0 komentar:

Posting Komentar